06 September 2016

Entrok



Judul           : Entrok
Penulis      : Okky Madasari
Penerbit      : Gramedia Pustaka Utama
ISBN          : 9789792255898
Jumlah hal : 282 hal.
Rating       : 4 of 5  stars



Awalnya saya bertanya-tanya, apa sih artinya entrok? setelah menyimak perbincangan pembacanya barulah tahu apa artinya dan membuat tertarik untuk membacanya.

Cerita bermula pada tahun 1950-an, tidak lama setelah kemerdekaan diproklamirkan, masa  itu rakyat hidup dalam kesulitan.  Marni anak perempuan yang beranjak remaja hidup serba kekurangan bersama ibunya di Singgetan sebuah tempat di pelosok Jawa Tengah, .ibunya bekerja sebagai pengupas singkong di pasar Ngranget. Marni ingin sekali memakai entrok ..ya entrok adalah sebutan untuk... BH.. yang biasa dipakai oleh perempuan sebagai penyangga dada. Saat itu entrok merupakan barang mahal hanya perempuan tertentu saja yang dapat memilikinya, sedangkan perempuan "biasa" hanya memakai kain untuk menutupi dadanya.Tentu saja ibunya menolak untuk membelikan karena  penghasilannya hanya cukup dipakai untuk makan seadanya.
Keinginan inilah yang membuat Marni bertekad untuk memilikinya. Marni adalah tipe perempuan yang pantang menyerah dan ktreatif. Dia berhasil mewujudkan keinginannya hasil dari usaha berjualan sayur mayur keliling kampung. Kemudian dia menikah dengan Teja teman sesama pekerja di pasar. Dibantu oleh Teja dia meneruskan usaha berjualan dengan penuh semangat.


Dari sinilah cerita mulai bergulir, perjuangan Marni dalam menjalankan usahanya; pertentangan dia dengan anaknya yang selalu tidak ada kesepahaman terutama dalam keyakinan dan kepercayaan; ketabahan dalam mengarungi pernikahan karena suaminya bukan orang yang bisa berpikir semua tergantung pada istrinya dan mulai sering mabuk dan berselingkuh;  usahanya untuk mengendalikan kesabaran dan mengatur siasat. dalam menghadapi tekanan dari aparat negara baik pejabat sipil atau militer yang selalu menjadikan dia sebagai sapi perahan.
Perseteruan antara Marni dan anaknya Rahayu ini dikisahkan dari sudut pandang mereka masing-masing.
Betapa sedih dan kecewanya Marni karena Rahayu tidak pernah mau mendengar kata-katanya bahkan selalu memarahi  ibunya sebagai orang yang berdosa dan sirik, karena masih menjalankan adat kebiasaan yang menurut gurunya perbuatan salah dan penuh dosa.

".....Dia bilang hanya Gusti Allah yang boleh disembah. Lha iya, tapi aku tahu Gusti Allah ya baru-baru  ini saja. Lha gimana mau nyuwun kalau kenal saja belum."   ( hal. 101 ).

Apapun yang terjadi Marni sayang pada Rahayu, selalu berusaha menyenangkan dan memenuhi segala kebutuhan anaknya.
Walaupun buta huruf Marni bertekad untuk menyekolahkan Rahayu anak semata wayang nya itu  untuk sekolah setinggi mungkin agar bisa menjadi pegawai, jabatan yang sangat terhormat saat itu.