Judul : drama MANGIR
Penulis : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit : KPG ( Kepustakaan Populer Gramedia )
ISBN : 9789799109262
Jumlah hal. : 141 hal.
My Rating : 3 of 5 stars
Kebiasaanku membaca kata pengantar sebelum membaca isinya ternyata sangat berguna untuk membaca buku ini. Karena tanpa membaca kata pengantarnya... percaya deh cerita ini bisa membingungkan, cara berceritanya lain dari novel biasanya,yakni menggunakan cara pentas panggung, tidak ada narasi selain dialog, jadi agak susah mencerna cerita utuhnya.
Cerita ini berkisah tentang Mataram setelah kejatuhan kerajaan Majapahit tahun 1527. Banyak bekas wilayah Majapahit bangkit dan memisahkan diri sehingga terjadi kekacauan. Salah satunya Mataram di bawah Panembahan Senapati, putra ki Ageng Pamanahan seorang ahli perang, tokoh pendiri Mataram.
Panembahan Senapati berkeinginan menjadi penguasa tunggal di Mataram, dia menaklukan desa/perdikan disekitarnya, salah satunya yg mengadakan perlawanan adalah Perdikan (daerah otonomi) Mangir di bawah kepemimpinan Ki Ageng Mangir Wanabaya, pemuda gagah berusia 23 tahun.
Wanabaya di bantu oleh Baru Klinting dan para pemuka desa melakukan perlawanan sengit yang merepotkan Mataram. Panembahan Senapati bersama Tumenggung Mandrakara penasihat perangnya, mengubah taktik dengan memanfaatkan putri Pembayun, putri sulung panembahan Senapati yang cantik menawan, ia menyamar sebagai penari tandak untuk menggoda Wanabaya. Wanabaya terjebak rayuan sang putri dan menikahinya. Akhirnya dengan tipu muslihat Wanabaya terbunuh dengan cara mengenaskan..
Lho kok spoiler diceritain Wanabaya meninggal...bisa iya bisa tidak, soalnya sejak dari narasi di kata pemgantarnya sudah dikatakan bahwa Ki Ageng Mangir Wanabaya ini gugur berikut bagaimana cara dia menemui ajalnya. jadi pembaca sudah mengetahui dari awal bahwa kematian Wanabaya akan terjadi. Walapun ternyata ada kejutan juga karena cara meninggalnya tidak sama dengan yang diceritakan di awal.
Jadi apa yg menarik? Sila baca sendiri...:)
Semula aku kurang yakin akan bisa lancar membaca buku ini, karena gaya bercerita yang berupa dialog panggung, minim narasi dan tidak ada pennggambaran suasana dan aura secara detail, semuanya harus kita rasakan dan bayangkan dari kuatnya bahasa dialog. Mungkin disinilah kekuatan Pram,walaupun tidak memakai bahasa kekinian tapi aku dapat menangkap maksud cerita dan membayangkan suasananya. Aku menyukainya atau mungkin juga karena sebagai penyuka sejarah jadi bidsa menikmatinya, di sini aku mendapatkan pencerahan baru dari sejarah yang pernah diajarkan di sekolah.
Ternyata aku bisa menikmatinya.
"Bila berbahagia ingatlah pada maut yang semakin dekat. Bila hadapi mati hendaknya orang menghitung semua kebahagiaan yang sudah terlewati." ( hal. 51).
Penulis : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit : KPG ( Kepustakaan Populer Gramedia )
ISBN : 9789799109262
Jumlah hal. : 141 hal.
My Rating : 3 of 5 stars
Kebiasaanku membaca kata pengantar sebelum membaca isinya ternyata sangat berguna untuk membaca buku ini. Karena tanpa membaca kata pengantarnya... percaya deh cerita ini bisa membingungkan, cara berceritanya lain dari novel biasanya,yakni menggunakan cara pentas panggung, tidak ada narasi selain dialog, jadi agak susah mencerna cerita utuhnya.
Cerita ini berkisah tentang Mataram setelah kejatuhan kerajaan Majapahit tahun 1527. Banyak bekas wilayah Majapahit bangkit dan memisahkan diri sehingga terjadi kekacauan. Salah satunya Mataram di bawah Panembahan Senapati, putra ki Ageng Pamanahan seorang ahli perang, tokoh pendiri Mataram.
Panembahan Senapati berkeinginan menjadi penguasa tunggal di Mataram, dia menaklukan desa/perdikan disekitarnya, salah satunya yg mengadakan perlawanan adalah Perdikan (daerah otonomi) Mangir di bawah kepemimpinan Ki Ageng Mangir Wanabaya, pemuda gagah berusia 23 tahun.
Wanabaya di bantu oleh Baru Klinting dan para pemuka desa melakukan perlawanan sengit yang merepotkan Mataram. Panembahan Senapati bersama Tumenggung Mandrakara penasihat perangnya, mengubah taktik dengan memanfaatkan putri Pembayun, putri sulung panembahan Senapati yang cantik menawan, ia menyamar sebagai penari tandak untuk menggoda Wanabaya. Wanabaya terjebak rayuan sang putri dan menikahinya. Akhirnya dengan tipu muslihat Wanabaya terbunuh dengan cara mengenaskan..
Lho kok spoiler diceritain Wanabaya meninggal...bisa iya bisa tidak, soalnya sejak dari narasi di kata pemgantarnya sudah dikatakan bahwa Ki Ageng Mangir Wanabaya ini gugur berikut bagaimana cara dia menemui ajalnya. jadi pembaca sudah mengetahui dari awal bahwa kematian Wanabaya akan terjadi. Walapun ternyata ada kejutan juga karena cara meninggalnya tidak sama dengan yang diceritakan di awal.
Jadi apa yg menarik? Sila baca sendiri...:)
Semula aku kurang yakin akan bisa lancar membaca buku ini, karena gaya bercerita yang berupa dialog panggung, minim narasi dan tidak ada pennggambaran suasana dan aura secara detail, semuanya harus kita rasakan dan bayangkan dari kuatnya bahasa dialog. Mungkin disinilah kekuatan Pram,walaupun tidak memakai bahasa kekinian tapi aku dapat menangkap maksud cerita dan membayangkan suasananya. Aku menyukainya atau mungkin juga karena sebagai penyuka sejarah jadi bidsa menikmatinya, di sini aku mendapatkan pencerahan baru dari sejarah yang pernah diajarkan di sekolah.
Ternyata aku bisa menikmatinya.
"Bila berbahagia ingatlah pada maut yang semakin dekat. Bila hadapi mati hendaknya orang menghitung semua kebahagiaan yang sudah terlewati." ( hal. 51).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar