Judul : Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma
Penulis : Idrus
Tebal : 155 hal.
Penerbit : Balai Pustaka
ISBN : 9794072184
Rating : 4 of 5 Stars
Walaupun membaca buku ini bukan yang pertama kali tetapi masih bisa menikmati dengan rasa yang sama, yaitu terpesona cara bercerita dan gaya bahasanya yang sekarang jarang dijumpai.
Dulu saya mengira bahwa judul buku yang tercantum di cover ini adalah judul dari sebuah cerita utuh, tapi ternyata buku ini adalah sebuah kumpulan cerpen; Ave Maria adalah judul cerita pertama, sedangkan Jalan Lain ke Roma adalah judul cerita terakhir.
Buku ini berisi kumpulan Cerita Pendek karya Idrus yang menceritakan kehidupan sekitar masa penjajahan Jepang, setelah Jepang pergi, pasca kemerdekaan dan masa Belanda berusaha untuk menjajah kembali Indonesia.Terbagi dalam tiga kelompok : Jaman Jepang memuat 2 cerpen, Corat-Coret di Bawah Tanah, terdiri dari 7 cerpen, dan Sesudah 17 Agustus 1945 berisi 3 buah cerpen.
Ave Maria merupakan cerita romantik seorang pemuda bernama Zulbahri, sedangkan Ave Maria adalah sebuah lagu yang kerap dibawakan oleh Syamsu adik Zulbahri yang bermain biola dengan Wartini yang memainkan piano,Siapakah Wartini?, Wartini mantan kekasih Syamsu yang kini menjadi istri Zulbahri. Ketika mengetahui Wartini masih mencintai adiknya dia rela pergi demi kebahagian Wartini dan Syamsu. Zulbahri sempat hidup terlunta, akhirnya ia memutuskan masuk barisan jibaku.
Yang menarik cerita kedua : Kejahatan Membalas Dendam, Idrus seolah mempertontonkan sebuah sandiwara,pembaca seperti tengah membaca sebuah naskah dan mendalami tiap adegan sandiwara tersebut.
Kisah-kisah selanjutnya menceritakan keadaan pada masa Jepang yang penuh kegelapan, rakyat merasa dibohongi dengan bayangan akan lebih baik bersama 'saudara tua' (Jepang ) dari pada dijajah Belanda, tapi kenyataan pahit yang didapat, kehidupan semakin susah, bukan hanya makanan, pakaianpun sanga sulit yah ..pakaian.. jangankan yang layak yang jelekpun teramat susah didapatkan. Kehidupan terasa tidak bebas karena mata-mata berada dimana-mana dan sewaktu-waktu dapat menangkap sembarangan orang yang dicurigai. Bukan hanya kelakuan para penjajah tapi juga memotret tingkah laku pribumi Indonesia setelah kemerdekaan yang mengalami gegar sosial.